Sebuah penelitian terbaru mengungkap mekanisme penting yang mengatur proses penuaan pada tingkat sel. Para ilmuwan menemukan bahwa ukuran nukleolus—struktur kecil di dalam inti sel—dapat menjadi indikator kapan sebuah sel mendekati akhir masa hidupnya. Temuan ini dilakukan oleh peneliti dari Weill Cornell Medicine dan membuka jalan baru untuk memahami akar biologis penuaan.
Nukleolus selama ini dikenal sebagai pabrik ribosom, yaitu tempat sel membangun mesin pembuat protein. Di dalamnya terdapat ribosomal DNA (rDNA), bagian genom yang sangat rentan mengalami kesalahan saat disalin. Ketidakstabilan pada rDNA inilah yang sejak lama diketahui berkontribusi terhadap penuaan.
Penelitian mengungkap bahwa seiring bertambahnya usia, ukuran nukleolus cenderung membesar. Sebaliknya, nukleolus kecil ditemukan pada sel yang berumur panjang atau menjalani intervensi pencegah penuaan, seperti pembatasan kalori. Para ilmuwan kemudian bertanya: apakah pembesaran nukleolus hanya tanda penuaan, atau justru penyebabnya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, para peneliti menggunakan sel ragi, karena sel ini memiliki jumlah pembelahan yang terbatas sebelum berhenti berkembang. Ragi direkayasa genetis agar nukleolusnya tetap kecil sepanjang hidup. Hasilnya mengejutkan: sel dengan nukleolus kecil dapat membelah lebih banyak dan hidup lebih lama dibanding sel normal.
Penelitian juga menemukan bahwa nukleolus tidak membesar secara perlahan. Sebaliknya, ada satu ambang kritis yang, ketika terlampaui, membuat nukleolus mengembang drastis. Setelah itu, sel hanya mampu bertahan sekitar lima kali pembelahan. Pada tahap ini, batas nukleolus menjadi lebih permeabel sehingga protein asing dapat masuk dan mengganggu stabilitas rDNA.
Ketidakstabilan genom yang terjadi setelah “kebocoran” itulah yang mempercepat kematian sel. Tim peneliti menyebut ambang pembesaran ini sebagai “mortality timer” atau pengatur hitungan mundur kematian sel.
Menariknya, manfaat nukleolus kecil tidak terkait dengan penurunan produksi ribosom atau perlambatan pertumbuhan sel. Kuncinya justru ada pada kestabilan rDNA. Nukleolus kecil mampu mempertahankan rDNA tetap stabil lebih lama, sehingga sel bisa hidup lebih lama.
Langkah penelitian selanjutnya adalah mencari tahu apakah mekanisme yang sama juga terjadi pada sel punca manusia. Jika terbukti, mengendalikan ukuran nukleolus dapat menjadi pendekatan baru untuk memperlambat penuaan dan menjaga fungsi sel manusia lebih lama.
Temuan ini memberi harapan bahwa suatu hari proses penuaan dapat diperlambat bukan hanya melalui gaya hidup, tetapi lewat intervensi langsung pada struktur dasar sel.

